Suami Pengganti
***
Niki mendapati Rafa yang berada di depannya. Usai Linda pergi, ternyata anak wanita itu yang kini berada di sini.
"Apa yang mau bicarakan, Fa?" tanya Niki kini lebih dulu bertanya setelah sebelumnya Rafa yang terus mendesaknya untuk berbicara serius.
"Tentang kita, Ki." Rafa menjawab lirih, "aku mau bicara tentang kita."
Niki yang mendengarnya sejenak menatap ke arah lain, lalu kembali menatap pria itu.
"Semuanya udah selesai, Fa. Aku udah maafin kamu dan mama kamu, gak ada pembicaraan lagi tentang kita," tegas Niki memilih untuk tidak membuat perkara atau pun hubungan lagi dengan pria di depannya itu. Yang paling penting semua keinginan Rafa untuk Niki memaafkannya sudah selesai, bukan? Maka Niki sudah melakukannya demi kebaikan pria itu.
"Ki, aku sangat berterima kasih karena kamu udah maafin aku dan Mama. Aku tau, semua kesalahan kami gak sebanding dengan rasa sakit kamu, cuma aku pengen perbaiki semua ini, Ki. Aku gak mau nyelesaiin masalah ini hanya dengan dapat permintaan maaf dari kamu, aku mau tanggung jawab atas semua kesalahan aku, Niki." Rafa memajukan langkahnya untuk menggapai kedua tangan Niki dan segera menggenggamnya erat. Pria itu semakin menatap dalam penuh pengaharapan di sana.
"Ijinkan aku buat mengubah hidup kamu, Ki. Biarkan aku buat kamu bahagia, seperti apa yang aku janjikan dulu," ucap Rafa hingga berhasil membuat Niki terpaku dengan tatapan yang tertuju pada pria itu.
***
Sina sadar jika ia tidak bisa melakukan apapun. Terutama untuk perasaannya sendiri yang Sina rasa tidak tertolong lagi untuk mendapatkan wanita yang ia sayangi.
Ia memang bodoh. Bodoh untuk merelakan begitu saja Niki untuk Rafa, yang jelas-jelas adalah istrinya. Jika memang Sina egois, sudah pasti ia akan mempertahankan Niki. Tetapi, kembali ke awal di mana Sina telah menyaksikan hubungan Niki dan Rafa sejak dulu, di mana ia menjadi saksi perasaan mereka yang teramat manis hingga sukar dimungkinkan untuk berpindah hati.
Lalu, setelah melihat semua itu, Sina tega untuk memaksa Niki tetap bersama dengannya? Berusaha membuat wanita itu suka padanya? Nampak hal itu akan membuat Sina menjadi orang yang jahat.
Yang jelas, apapun yang telah terjadi saat ini, jikalau pun Niki akan kembali dengan Rafa, maka Sina tidak akan melarangnya. Seperti prinsipnya sejak awal, Sina akan menyerahkan keputusan pada wanita itu. Memang sejak dulu, ia bukan lah orang yang diinginkan Niki. Ia hanya sebatas pengganti, atas kesalahan yang dilakukan oleh Rafa.
"Sin, gak pulang lo? Udah mendung nih!" tegur Saski yang melihat adiknya sedang duduk sendirian di teras.
"Nanti aja, lagi malas di rumah," jawab Sina.
"Dih, bisa-bisanya lo bilang gitu. Gue aduin Niki ya lo!" timpal Saski lagi dengan menakuti Sina tentunya. Wanita yang dua tahun lebih tua itu tahu jika Sina akan kicep jika bersangkutan dengan Niki.
Namun, Sina tidak begitu memedulikan ancaman Saski yang ia tahu tidak akan wanita itu lakukan. Membuat Saski mengerutkan keningnya, pertanda ia merasa aneh akan sikap Sina saat ini. Maka dari itu, Saski dengan baik hati meluangkan sedikit waktunya yang harus ia pakai untuk berbelanja, untuk duduk di sebelah Sina.
"Lagi galau ya lo?" tebak Saski menyipitkan mata menatap Sina di sampingnya.
"Gak lah!" Sina langsung menangkal, menghindari ledekan dari Saski tentunya. Sina paling anti untuk bersikap lemah di depan saudaranya satu itu.
"Heleh, jujur aja napa, Sin. Gue tau tuh muka lo kusut begini pertanda hati lo lagi merana!" timpal Saski lagi.
Sina merengut di depan Saski yang sudah memasang senyum puas.
"Pasti karena Niki, 'kan? Lo galauin istri lo sendiri, nyet?"
"Hmm."
"Emang ada masalah apa, Sin? Masih gak yakin sama pernikahan lo?" tanya Saski lagi.
Sina yang sempat ingin menjawab, tiba-tiba kepikiran sesuatu. Sebelum menjawab pertanyaan Saski, nampaknya Sina harus mengajukan pertanyaan lebih dulu pada wanita itu.
"Ki, lo bentar lagi, 'kan mau nikah, terus lo udah seratus persen lupain Bang Ari?" tanya Sina mengingat jika sang kakak pernah menjalin cinta selama lima tahun dengan mantan pacarnya, dan tiga bulan setelahnya Saski sudah merencankan pernikahan dengan pria lain.
Jadi, yang ada dipikiran Sina, apakah Saski sudah benar-benar melupakan mantan kekasihnya itu? Well, mungkin konteksnya akan sama dengan apa yang dialami Niki.
"Sin, kalau gue udah mantap buat nikah, ngapain gue mikirin mantan lagi?" jawab Saski. "Gue udah ngelewatin masa-masa sulit gue buat lupain Ari, dan selama tiga bulan itu hidup gue juga diisi sama Aidan yang ternyata buat gue tenang. Mungkin gue belum sepenuhnya ngelupain Ari, cuma gue yakin kalau Aidan yang bakal bisa buat gue bahagia."
Jawaban Saski yang cukup membuat Sina terdiam untuk berpikir satu pertanyaan.
Apakah hal itu pula yang dirasakan Niki? Atau malah sebaliknya?
"Sin, gue tau lo masih gak yakin sama pernikahan lo. Gue tau kalau lo takut Niki gak punya perasaan sama lo. Tapi, sebagai perempuan, gue bisa liat Sin, kalau Niki punya effort buat jadi pendamping yang baik buat lo. Gue harap lo jangan nyerah buat pertahanin Niki, kalau memang kalian yang berjodoh, gak bakal ada yang bisa misahin, 'kan?"
***
Niki tidak jadi pulang lebih awal karena hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya. Walaupun Niki membawa mobil, tetap saja ia akan berakhir basah karena jarak parkir mobil pun cukup jauh dan mengharuskan Niki menerobos hujan lebih dulu. Sialnya, Niki tidak melupakan payung dan berakhir membuatnya lebih lama di toko.
Maka ia memilih untuk menunggu hujan reda dengan bertopang dagu di meja kasir. Niki hanya melamun, tenggelam dalam pikirannny sendiri hingga tidak sadar jika pintu toko terbuka menampilkan sosok pria dengan jaket setengah basah.
"Niki?" tegur Sina melihat Niki yang masih melamun.
"Loh, Sina? Sejak kapan datang?" seru Niki usai menyadari keberadaan Sina yang membuyarkan lamunannya.
"Ya baru aja, sih. Tadi kehujanan jadi mampir dulu di sini, sekalian neduh," kata Sina usai menanggalkan jaketnya yang tidak akan nyaman ia pakai dalam keadaan basah.
"Kamu memang dari mana, Sin? Keluyuran lagi? Ih, kan gak boleh keluar dulu!"
"Cuma habis dari rumah papah, Ki. Aman kok, gak ada intel yang ngutit, hehe." Sina menjawab dengan cengiran, disertai dengan ekspresi cemberut Niki.
Lalu kegiatan keduanya selagi menunggu hujan reda hanya berbincang ringan, sambil menikmati teh kemasan yang memang tersedia di toko Niki.
"Ki," panggil Sina di sela obrolan tidak jelas mereka. Nampak Sina ingin berbicara serius kali ini.
"Hm? Kenapa Sin?" balas wanita itu.
Sina sejenak diam untuk menatap Niki yang sedang menatapnya juga di sana. Berpikir apakah pertanyaannya ini pantas untuk di sampaikan untuk Niki atau tidak. Sina memiliki ketakutan jika jawaban Niki akan berbanding balik dengan harapannya.
"Ki, apa kamu ngerasa nyaman dengan pernikahan ini?"
Tetapi Sina tidak akan mengurungkan niatnya untuk bertanya. Walaupun ia akan mendapatkan jawaban yang tidak sesuai harapan, setidaknya Sina bisa tahu apa yang dirasakan Niki selama menikah dengannya.
"Kamu ngerasa gak nyaman, Sin?" tanya Niki yang ternyata tidak menjawab langsung dan malah bertanya balik pada Sina.
"Ki, aku mau jawaban dari kamu, bukan pertanyaan balik."
"Yah, habis pertanyaan kamu aneh. Masa iya tiba-tiba tanya begitu?" rutuk Niki yang masih heran dengan pertanyaan tiba-tiba dari Sina.
"Aku cuma pengen tau, Ki. Gimana perasaan kamu setelah kita menikah," jawab Sina dengan sepelan mungkin dan berusaha tidak menatap Niki yang telah mengubah ekspresi wajahnya di sana.
"Sin," guman Niki dengan nada yang bisa membuat Sina kembali mengangkat kepalanya dan mempertemukan kembali tatapan mereka. "Kalau aku bilang, aku nyaman dengan pernikahan ini, gimana? Aku tau, kita gak pernah kepikiran untuk hidup berdua, tapi setelah aku jalanin semua ini bersama kamu, aku rasa itu gak sulit. Aku merasa aman sama kamu, dan ya, aku nyaman dengan ini, Sin."
Lantas membuat Sina mematung mendapati jawaban dari Niki tersebut.
"Sekarang aku yang tanya Sin, pernikahan kita gak jadi beban untuk kamu, 'kan?"
"Gak ada beban sedikit pun yang aku rasakan, Ki."
Sina menjawab begitu yakin dalam lubuk hatinya. Bahkan jika ia bisa lebih jujur, Sina akan mengatakan jika pernikahan ini adalah bentuk syukur karena Sina bisa bersama dengan wanita yang ia cintai.
Dan untuk kali ini, Sina ingin berlaku egois. Ia ingin mengutamakan dirinya sendiri, untuk menyatakan perasaannya pada Niki walau hanya dalam sebuah sentuhan.
"Sin," guman Niki saat Sina sudah memajukan wajahnya, mendekati wajah Niki yang terlihat tegang di sana.
"Aku sayang kamu."
Hanya perkataan yang begitu halus dan tidak bersuara yang dilantunkan oleh Sina sebelum menyatukan kedua belah bibirnya mereka, hingga menciptakan ciuman pertama untuk keduanya di tengah hujan pada malam hari ini.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Xyz