ZingTruyen.Xyz

Suami Pengganti ✔️

05. Pulang

xenaberry

Sina baru saja selesai mengunci pintu toko milik Niki yang akhirnya tutup pada pukul sembilan malam. Jam kerja hari ini sedikit sibuk dikarenakan pesanan buket yang begitu mepet. Beruntung sang ibu cerewet yang memesan tidak mengeluarkan sikap menyebalkannya saat melihat pesanan bunganya yang belum selesai. Berterima kasih pada Sina yang begitu pandai merangkai kata-kata untuk membuat suasana hati orang senang. Walau tidak bisa merangkai bunga, setidaknya pria itu jago dalam hal yang satu itu.

Lalu, usai memastikan pintu toko yang terkunci rapat, baru lah Sina menghampiri Niki yang sudah berdiri di samping motor sport milik Sina. Belum memakai helm tapi, dan wanita itu menguap saat Sina telah sampai menghampirinya.

"Ngantuk?" tegur Sina seraya mengambil helm milik Niki dan menyerahkan pada wanita itu.

Niki menerimanya seraya membalas. "Lumayan. Tapi kena angin pasti segar lagi," katanya. "Tumben banget bawa moge, Sin. Biasanya juga aerox yang jadi andalan," lanjut Niki lagi sambil mengomentari kendaraan yang Sina pakai.

"Bosen, Ki. Moge aku juga harus sering di pakai, nanti jadi besi tua kalo di garasi terus."

"Lah, motor bisa jadi besi tua?"

"Iya lah. Kan mesinnya dari besi, nanti karatan kalau gak pernah di pakai, dibiarin jadi fosil." Sina memakai jaket miliknya terlebih dahulu sebelum menaiki motor, dan Niki masih memadang pria itu dengan raut wajah bingung.

"Tapi lumayan Sin, besi tua sekarang dicari banyak orang. Kamu jual besi tua bekas motor kamu, bisa laku dan dapat duit, tuh!"

Sina yang mendengarnya lalu membalas tatapan Niki dengan tampang tidak percaya. "Mau dibayar mahal sekali pun, aku gak mau jual ini motor kali, Ki. Bisa dicincang Papah kalau dia tau, moge ini dijual."

Sedangkan Niki yang tahu mengenai asal usul motor sport itu terkekeh, tentu saja ia berkata itu dengan maksud bercanda. Tidak mungkin ia serius untuk menyuruh Sina menjual motor yang banyak memiliki kenangan pria itu sejak sekolah menengah pertama.

"Ya udah habis ini pulang?" tanya Sina usai keduanya telah berada di atas motor, dan Niki sudah sepenuhnya bersandar pada punggung Sina.

"Males. Jalan-jalan dulu, yuk."

"Ke mana ya? Mau makan yang manis-manis, kah?" tawar Sina mengingat Niki biasanya akan meminta sesuatu yang menjadi pencuci mulut usai makan berat, alias nasi padang tadi.

"Boleh!" Niki menyetujui.

"Es krim?"

"Gak deh. Yang lain."

"Apa ya? Crepes?"

"Gak, antri banget!"

"Waffle? Es ketan hitam? Es pisang ijo?" Sina menawarkan apapun makanan yang ia rasa menjadi favorit Niki di sana.

Sedangkan Niki kembali menolak apapun yang menjadi tawaran Sina itu. Hingga berakhir wanita itu memilih sesuatu yang mana menurutnya akan lezat jika disantap malam ini.

"Kita makan shouffle pancake di pasar lama aja, gimana? Kayaknya malam ini gak begitu antri deh, Sin."

"Pasar lama?" Sina bertanya ulang karena takutnya ia salah mendengar karena wajahnya sekaligus kepalnya telah tertutupi oleh helm.

"Iya." Niki menjawab dengan agak kencang yang mana membuat Sina segera mengangguk saat itu.

"Okedeh, meluncur." Sina berkata usainya lalu bergegas menutup kaca helmnya, sebelum kembali berkata dengan suara agak kencang.

"Pegangan ya, Ki. Kita meluncur secepat kilat!"

Ucapan Sina yang bisa dikatakan seperti teriakan itu sukses membuat Niki ikut berteriak kaget karena pria itu benar-benar menginjak pedal gas motor dengan kencang.

***

"Mas pesan dua, yang satu original yang satu pake coklat ya."

Itu adalah pesanan Niki yang mana setelah memesan langsung menghampiri Sina yang sudah duduk di kursi plastik tempat menunggu pesanan mereka.

"Untung aja kita cepat datang, Sin. Kalau gak, bisa antri parah!" seru Niki lega karena dirinya bisa gerak cepat untuk mengambil antrian makanan yang viral di sosial media itu.

"Separah itu ya antrinya?"

"Banget! Sampe tengah malam biasanya."

Sina yang mendengarnya langsung berguman seakan takjub saat tahu antrian tempat makanan kaki lima itu. Kalau gitu, dalam semalam bisa untung banyak ya. Keren juga.

"Makasih, Mas."

Dan camilan tinggi kalori itu datang setelahnya, membuat Niki juga ikut kaget karena bisa mendapatkan pesanannya secepat ini.

"Cepat juga, biasanya lama banget!" ujar Niki lagi.

Sina melirik wanita itu sebentar. "Kamu ini, dikasih cepat protes dikasih lama nanti dumel."

"Biasa lah Sin, cewek 'kan gitu."

Ya terserah ente saja lah Niki. Sina lebih memilih untuk menyantap camilan yang menjadi pertama baginya itu. Apakah akan selezat yang dikatakan Niki, atau malah biasa saja?

"Gimana, Sin? Enak, gak?" tanya Niki ingin mendengar komentar Sina mengenai shouffle itu.

Sina yang sedang mengunyah sambil merasakannya, "lumayan. Dibanding di mal, ya ini satu tingkat di bawahnya lah." Karena ia pernah memakan makanan yang berbeda namun dengan jenis berbeda saat bersama kakak perempuannya.

"Ya sebanding dengan harganya, tapi cukup enak, sih." Niki menimpali lalu kembali berbicara dengan topik yang berbeda. "Terus tadi kamu ngapain aja? Nolong kucing, kah?"

"Tadi ada kebakaran besar di ruko daerah thamrin."

"Oh ya?"

"Iya, terus tadi aku sempat nolongin orang di dalam. Untung gak kehabisan nafas," lanjut Sina yang mana langsung membuat Niki tidak menyangka.

"Kamu masuk ke dalam? Terus kamunya gak apa-apa, 'kan? Gak kena api?" cecar Niki mencemaskan keadaan Sina tentunya.

Sina diam sebentar guna memerhatikan Niki. Entah mengapa ia merasakan sesuatu saat melihat wanita itu mencemaskannya. Apakah perasaan itu, yang jelas sukses membuat hati Sina menghangat sedikit.

"Kamu ngeraguin kemampuan aku melawan api, Ki?" jawab Sina akhirnya sambil memasang senyum tipis.

"Ya gak gitu, Sin. Cuma 'kan, bahaya kamu masuk ke dalam tempat yang dikelilingi api. Kalau kamu kena luka bakar gimana?" Niki berkata dengan nada kesal akibat Sina yang tidak begitu mementingkan rasa cemasnya di sana.

Sedangkan Sina kembali terkekeh sebelum menyantap habis suapan terakhir shouffle nya.

"Aku gak apa-apa, Ki. Suami kamu ini pulang dengan keadaan selamat."

Katanya lagi hingga membuat Niki di sana bernafas lega.

"Ya udah, kalau gitu kapan habisnya itu makanan?" alih Sina kini mengubah topik lagi dan kini beralih pada makanan milik Niki yang belum habis.

"Gak habis." Niki menjawab denhan wajah memelas. "Kayak biasa ya, Sin?"

Jelas Sina tahu maksud ucapan itu dan tanpa berkata lagi pria itu segera mengambil alih kotak sterofom yang berisi makanan milik Niki dan dengan secepat kilat meludeskannya hingga tak tersisa lagi.

Kemudian keduanya beranjak untuk pergi, merasa jika akan semakin pusing dengan tetap berada di sini disusul dengan antrian manusia yang semakin banyak. Sungguh tidak nyaman dan lebih baik keduanya segera pergi.

"Mau langsung pulang?" tawar Sina lagi usai keduanya telah berada di atas motor.

"Hm, malas pulang." Niki berguman lagi.

"Terus mau ke mana?"

Niki yang tidak tahu tujuan hanya menggeleng dan kembali membuat Sina menghela napas. Sudah biasa mendengar kebiasaan wanita seperti Niki itu.

"Ya udah kita jalan dulu," kata Sina.

Niki mengangguk dan mengeratkan eratan tangannya pada pinggang pria itu.

"Kita ke rumah Papah aja, yuk?"

***

Maka penghentian mereka adalah rumah Sina, alias rumah mertua Niki dan sekaligus ayah kandung Sina.

Niki yang memintanya dan Sina menurutinya. Toh, sekalian mengunjungi Elnos, yang seminggu ini memang bertemu dengan Sina maupun Niki.

"Papah!" sapa Niki dengan ramah saat pintu terbuka dan memunculkan Elnos di sana.

"Halo Niki cantik," balas Elnos sambil memasang senyum lebar. "Tumben datang malam-malam. Habis dari mana?"

"Dari toko terus dijemput Sina, sempat mampir beli cemilan dulu, Pah." Niki pun tidak lupa memberikan bingkisan yang juga berisi makanan untuk Elnos dan juga Julia, adik Sina.

"Oh ya udah kalau gitu, masuk aja, Ki. Ada Lia di dalam," kata Elnos mempersilahkan Niki untuk masuk ke rumah sedangkan dirinya sendiri memilih untuk duduk di luar yang mana tujuan awal pria itu sebelum kedatangan anak dan menantunya memang ingin duduk-duduk di luar.

"Okey, Pah!"

Niki pun segera menganggukinya, dan langsung menyelonong masuk meninggalkan Sina juga Elnos yang masih berada di teras.

"Sin, gak mau masuk?" tawar Elnos.

"Mau di luar aja, Pah." Sina memilih untuk menemani Elnos di luar, yah sepertinya akan semakin ribet jika ia masuk ke dalam rumah untuk mendengarkan ocehan Niki bersama adiknya. Pasti telinganya akan pengang mendengar suara heboh dua wanita itu.

Dan kini berakhir Sina duduk bersama Elnos, memandang halaman yang terawat di sana.

"Jadi, hari ini sibuk apa, Sin?" tanya Elnos membuka obrolan.

"Ya gitu deh, seperti biasa, ngademin api, Pah," jawab Sina.

"Kayaknya capek banget ya?"

"Lumayan."

Elnos memgangguk kemudian. "Kalau gitu, mau Papah pijetin? Bahu kamu keliatan kaku banget, tuh."

Sina yang mendengarnya langsung menoleh. Sebagai anak yang baik harusnya ia menolak saja, tetapi memang dasarnya Sina berbeda dari anak lain, segera pria itu mengangguk kencang.

"Boleh banget, Pah!"

Karena Sina menyukai pijatan dari sang Ayah yang menurutnya begitu nyaman. Berbeda dengan Niki yang tidak ada rasanya jika memijat.

"Yang keras, Pah. Bahu Sina pegal banget nih," ujar Sina meminta lebih keras saat tangan Elnos mulai menjalar di bahunya.

Elnos hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putranya itu. Well, walau sudah berusia kepala dua, tetap saja sikap manja Sina tidak pernah hilang. Tetapi Elnos tidak mempermasalahkannya, toh ia menyukai melihat sang anak yang masih sangat mengandalkannya di situasi apapun.

"Habis ini gantian ya, Sin."

Dan namanya juga Elnos, tidak akan memberikan sesuatu tanpa imbalan. Pasti setelah ini ia akan meminta Sina untuk melakukan hal yang sama. Semua ini semua trik si bapak untuk mendapatkan pijatan gratis juga ternyata.

"Ya elah si bapak, ternyata ada pamrihnya juga." Sina berkata yang langsung ditepuk oleh Elnos.

"Pijatan Julia gak ada rasanya, Sin. Cuma kamu yang Papah andalin buat kepegelan badan renta Papah ini!"

Sina langsung memanyunkan bibir. Yah mau bagaimana lagi? Jelas kan ia tidak bisa menolak? Tapi toh, sebagai anak berbakti tentu saja Sina akan melakukannya.

"Sin," panggil Elnos saat mereka telah bertukar posisi dengan Sina yang kini berdiri untuk memijat bahu sang Ayah.

"Ya, Pah?"

"Jadi gimana kamu sama Niki?"

Pertanyaan yang sontak membuat pergerakan tangan Sina terhenti sejenak.

"Gimana apa maksudnya, Pah?" tanya Sina bingung dengan pertanyaan Elnos.

Dilanjutkan dengan jawaban Elnos yang sedikit menolehkan kepalannya, seakan memperlihatkan ekspresi tenangnya pada Sina di sana.

"Maksud Papah, gimana hubungan kamu sama Niki? Dia sudah punya rasa sama kamu?"

Karena sudah sekian bulan lamanya sejak pernikahan Sina dan Niki, tentang bagaimana pernikahan itu terjadi di luar dugaan, Elnos tidak mengetahui bagaimana perkembangan hubungan mereka setelah itu.

Apakah akan berbeda dengan hubungan Sina dan Niki yang sebelumnya adalah sepasang sahabat karib?

"Sina gak tau, Pah."

Sina menjawab dengan pelan beserta tangannya yang kembali bergerak di atas bahu Elnos.

Sama seperti Ayahnya. Sina pun tidak tahu bagaimana hubungannya dengan Niki. Bagaimana perasaan wanita itu padanya. Apakah masih menganggapnya sebagai teman? Atau apa?

"Sin, ada saatnya kamu dan Niki harus bicarain tentang hubungan kalian," ujar Elnos setelahnya. "Tentang gimana kalian membawa ikatan suci yang saat ini kalian jalankan."

Entah, apakah akah terus berjalan atau malah putus di tengah jalan.

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Xyz