ZingTruyen.Xyz

Amaranth Hyunjin Stray Kids


*



Tidak ada hal yang lebih baik bagi Hyunjin selain dari terbangun disuguhi oleh pemandangan tercantik dari perempuan yang ada di sampingnya ini. Walau dengan bibir setengah terbuka, Hyunjin menganggapnya sangat imut dan lalu terkekeh geli dengan apa yang dipikirkannya ini. Mungkin benar ledekan yang diterimanya dari teman-temannya ini, kalau dirinya adalah si bucin akut.

Dia tak mau mengganggu tidur kekasih hatinya ini, jadi Hyunjin beranjak dari kasur nyamannya menuju kamar mandi. Mencuci muka dan bergosok gigi agar wajahnya terlihat lebih segar. Begitu selesai, dia kembali menuju kasur dan tersenyum maklum kalau kekasihnya ini malah makin bergelung nyaman dengan selimutnya. Padahal ini sudah hampir pukul 12 siang.

Dia memutuskan untuk menyiapkan makanan yang menjadi sarapan atau makan siangnya. Sebelum itu Hyunjin mengecup dalam kening Leia lalu membiarkan kekasihnya itu menguasai kasur dan kamar miliknya ini sepuasnya.

"Selamat siang, Kak Hyunjin." suara cempreng itu seketika merusak suasana hatinya. Ketika Hyunjin menoleh, dia melihat sang adik yang memasang tampang tersenyum dibuat-buat dan lambaian tangan. Hyunjin menghela napas cepat, kedatangan adiknya dalam keadaan begini seperti pertanda buruk baginya.

"Ngapain lo?" tanyanya langsung.

"Minum." balasnya sambil mengangkat tangannya yang menggenggam kaleng minuman.

"Masih terlalu siang buat mabok, bloon." ucapnya sambil geleng-geleng kepala. Ia berjalan menghampiri adiknya ini, Yeremia Jinara Hwang atau yang sering dipanggil Yeji. Hanya untuk menggeplak kepalanya saja. Lalu dia mendudukkan diri tepat disebelah adiknya.

"Sejak kapan lo piara kucing? Kkami aja nggak pernah mau lo bawa kesini." pertanyaan Yeji keluar dari topik. Kkami, anjing piaraannya sejak kecil, tapi sengaja ditaruh di rumah keluarganya karena memang dia biarkan untuk menemani Yeji. Membicarakan anjing lucu itu, Hyunjin jadi kangen. Tapi si pemiliknya ini malah membiarkannya sendirian bersama adiknya yang tidak bertanggung jawab ini.

"Punya Leia. Baru kemarin banget disini." jawab Hyunjin. "Kkami lo jaga kan, Ji?"

"Aman kok. Belom gue jadiin sate sih."

"Kepala lo sini, gue sate!" Hyunjin menyaut cepat agak emosi juga mendengar ucapan Yeji tadi. Sementara itu Yeji malah tergelak puas.

Yeji berhenti tertawa. Lalu mereka terdiam selama beberapa menit. Hubungan mereka memang tidak sedekat itu. Mengingat sejak kecil, Yeji tinggal dan diurus oleh Nenek mereka. Sedangkan Hyunjin bertahan tinggal bersama sang Papa lalu Mama mereka malah tinggal di New York untuk urusan karirnya sebagai artis broadway disana. Entahlah, Hyunjin juga tidak terlalu mempedulikan lagi urusan orang tua mereka. Setelah bercerai, Hyunjin sama sekali tidak ada niatan untuk masuk dan ikut campur dalam dunia orangtuanya yang rumit itu.

Sampai akhirnya Yeji mengucapkan hal yang membuat Hyunjin tercekat.

"Gue dijodohin."

"Apa?!" dahi Hyunjin berkerut dan matanya membola.

"Si tua itu bilang, kalo dia udah nggak sanggup ngasuh gue. Jadi dia mutusin bakalan nikahin gue sama anak teman bisnisnya. Katanya biar gue ada gunanya, Jin."

Hyunjin benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikir sang ayah. Bagaimana bisa memutuskan untuk menikahkan Yeji? Itu sama saja menjadikan adiknya yang baru lulus SMA tiga bulan kemarin ini sebagai perekat bisnis. Hyunjin tidak bisa menerimanya.

"Mau kemana lo?" tanya Yeji saat melihat Hyunjin beranjak dari duduknya.

"Gue bakalan bikin perhitungan sama si tua itu."

"Dan dia bakalan nyari kesepakatan lain yang cuma bikin lo sengsara, ninggalin Leia lo— misalnya."

Mendengar ucapan adiknya itu membuat Hyunjin kembali duduk dan seketika hatinya dirundung ketakutan. Butuh usaha dan kerja keras penuh untuk bisa hidup tanpa aturan Papanya yang tidak masuk akal itu. Begitu banyak hal yang dikorbankannya untuk mencapai kesepakatan agar sang ayah tidak lagi mengganggu hubungannya dengan Leia. Jadi, apa yang harus dipilihnya sekarang? Dia pun tidak mempunyai tawaran apapun selain...

Berpisah dengan Leia.

"Jangan lakuin apapun. Gue ngomong ini karena gue nganggep lo kakak."

Hyunjin mengulum senyum. Itu adalah kata lain bahwa Yeji mempercayai dan mengandalkannya.

"Gue nggak tau harus cerita ke siapa lagi setelah nenek meninggal..." Yeji memelankan suaranya namun masih terdengar oleh Hyunjin.

"Oke. Gue bakalan cari cara supaya perjodohan itu batal."

"Gue bilang jangan ngelakuin apapun. Gue udah punya rencana, kalo si tua itu nggak mau batalin, kan tinggal buat si tua yang lain yang ngebatalin."

"Si tua yang lain?"

"Gue dijodohin sama om-om. Umurnya udah 28 tahun. Bujang lapuk." Ucap Hyunah dengan sepenuh hati menghina-hina calon suaminya.

"Anjrit!"

"Yaaa, bokap lo emang sebangsat itu..." Hyunah kembali menyesap minuman dalam kaleng itu.




*




Hyunjin kembali ke dalam kamarnya setelah mengantar Yeji pulang dari apartemennya. Adiknya itu sudah mabuk parah dan merengek minta pulang untuk tidur dikamarnya sendiri. Setelah diantar ke kamarnya barulah Yeji diam dan benar-benar langsung tidur.

Sayangnya si tua itu—ayahnya, tidak ada dirumah. Jadi dirinya tidak bisa melayangkan protes kepadanya untuk menghentikan ide gila untuk menjodohkan Yeji. Walaupun adiknya itu selalu dicap biang onar dan brutal, paling tidak dia tidak ingin kehidupannya diganggu seperti dirinya waktu itu.

Kini ketika hidupnya sudah lebih tenang, dan sekarang si tua itu menyerang hidup adiknya untuk kebutuhannya sendiri. Keluarga macam apa sih ini?

Cup~

"Mikirin apa?"

Cup~

"Dari mana?"

Cup~

Leia bertanya seraya memberikan kecupan ringan di kedua pipi juga dahi berkerut kekasihnya yang sedang termenung ini. Dia duduk tepat di belakang Hyunjin sembari menaruh dagunya punggung tegap itu dari belakang. Tangannya terulur memeluk leher kekasihnya ini. Rasanya hangat.

"Tadi Yeji dateng, dia mabuk jadi aku anter pulang dulu."

Leia menarik Hyunjin agar duduk untuk menghadapnya. "Kok udah dipulangin? Kan aku belum berantem sama dia."

Hyunjin terkekeh geli. "Alesan macem apa sih itu yang?"

"Hehe abis berantem sama Hyunah asik tau." Leia nyengir lebar. "Trus ini jidatnya ngapa ngerut-ngerut gini? Mikirin apa?" Leia mendirikan tubuhnya dengan lutut dan memijat dahi Hyunjin dengan kedua telunjuknya. Berharap kerutan itu hilang. "Mikirin apa, yaaaanngg!?" tanya Leia dengan nada merengek bahkan sampai mengeratkan pelukannya di leher Hyunjin sampai pacarnya itu agak susah mengambil napas. Dan Leia hanya tertawa geli.

"Sak-kit..." keluh Hyunjin.

"Hehe." Leia nyengir lagi lalu mengecup pipi Hyunjin. Suka banget dia tuh sama pipinya Hyunjin yang agak tembem terus halus banget itu. "Duh, ukenya aku..."

"Enak aja. Aku seme. Aku jantan yaa, yang!" protes Hyunjin tak terima dipanggil uke.

"Ck! Dasar nggak bisa bercanda banget ya!" Leia ngambek mendengar nada tingginya Hyunjin. Apalagi wajahnya Hyunjin seperti betul-betul terlihat marah. Leia tidak suka. Dia melepas pelukannya dan ingin pergi aja dari Hyunjin. Seketika badmood bangetlah.

Namun belum rencananya terealisasi, Hyunjin menarik tangannya dan menjatuhkan tubuhnya di kasur. Leia memekik kaget dan amat sangat kaget ketika ditambah Hyunjin meniban tubuhnya dengan wajah datar tak terbaca. Tapi Leia tau ada sesuatu yang mengganjal di hati pacarnya ini.

Seperti dulu sewaktu orang tuanya bercerai saat mereka masih SMP. Atau ketika ayah pacarnya ini berulah dan memberikan tawaran yang jauh dari kata sepakat. Seperti Hyunjin yang harus kuliah manajemen bisnis dan menghentikan cita-citanya sebagai pemain sepak bola, hanya agar dia bisa diijinkan berpacaran dengan Leia dan tinggal sendirian di apartemen seperti ini.

Leia menangkup wajah itu. "Kenapa? Jangan ngerasa sendirian gini dong. Kan ada aku."

"Apa jadinya aku kalo nggak ada kamu, Le. Jadi jangan minta putus mulu yaa." Hyunjin berkata dengan bibir mencebik lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Leia yang tertawa geli karena Hyunjin-nya berubah manja. "Yeji dijodohin, dan aku pengen itu nggak terjadi."

Leia kaget, namun memilih diam.

"Kamu tau kan si tua itu gimana wataknya?"

Leia mengangguk kaku. Hyunjin merubah posisi saat merasa Leia kurang nyaman. Hyunjin telentang dan membiarkan Leia memeluknya dari sampingnya.

"Waktu itu untuk bisa mempertahanin hubungan kita dan hidup sendiri kayak gini, aku ngorbanin mimpi aku sebagai pemain sepak bola dan nurutin permintaan dia masuk ke jurusan bisnis dan harus bisa jadi pimpinan perusahaan dia dimasa depan nanti." Hyunjin menghela napas berat. "Sekarang dia juga nyerang Yeji setelah Nenek nggak ada buat ngelindungin dia."

Hyunjin melihat ke arah Leia karena tidak ditanggapi apapun oleh kekasihnya dan hanya pelukan di punggungnya saja yang terasa makin erat dan bajunya basah. "Le, kamu udah nangis?" Hyunjin berusaha menarik Leia untuk bangun. Gadis itu sudah kepayahan menghirup udara.

"Jiiiinnn..."

"Iyaa sayang..." Hyunjin merespon suara rengekan itu dengan senyum terpatri di wajahnya. Memang yaa, Leia tuh cengeng banget.

"Maafin aku. Huks"

Hyunjin dengan telatennya menghapus setiap airmata yang jatuh di pipi pacarnya ini.

"Pengorbanan kamu besar banget, tapi aku selalu minta putus." ucap Leia dengan suara terbata dan tangisnya makin kencang.

Duh, Leia memang susah berubah. Selalu suka salah tangkap dari topik yang dibicarakan. Tapi kalau seperti ini Hyunjin geli sendiri.

"Makanya jangan minta putus lagi. Yang aku punya sekarang cuma kamu. Keluargaku hancur karena keegoisan si tua itu. Impianku juga udah nggak bisa tercapai. Hidupku pasti datar banget kalau nggak ada kamu."

Leia mengangguk setuju. "Iyaa. Hidup kamu pasti dataaaaarrr banget. Kan cuna aku yang bikin berwarna." walau masih menangis Leia meledek Hyunjin. Membuat pacarnya itu gemas dan mencubit hidungnya.

"Ih, Hwang. Ada ingusnya juga!" omel Leia merasa jijik sendiri, padahal cairan berlendir itu asalnya dari hidungnya.

"Tau nih jorok banget. Heran deh." omel Hyunjin mengambil tisu dan membersihkan jarinya sendiri. Selepas itu dia juga mengambil beberapa tisu untuk membersihkan wajah Leia.

"Aku bisa sendiri!" rebut Leia dengan paksaan karena Hyunjin bersikeras ingin membersihkan wajah itu.

Setelah wajahnya bebas dari air mata dan hidungnya bebas dari cairan berlendir, Leia membuang tisu kotor itu ditempat sampah yang berada di samping nakas. Lalu kembali menghadap Hyunjin, meminta sebuah pelukan yang langsung didapatnya.

"Yeji pasti bangga banget punya kakak yang super duper sayang sama dia. Dan kenapa sih kakaknya itu mesti kamu?"

Hyunjin terkekeh, "Jangan bilang kamu juga cemburu sama Yeji?"

Leia melepaskan pelukan mereka, "Hmmm... Sedikit."

Hyunjin tertawa mendengar jawaban itu. Dia mengusak rambut panjang Leia dengan gemas. "Ya ampun, My Amaranth..." Hyunjin mendekatkan bibirnya ke telinga Leia. "Selalu sama aku yaa."




*




Sesuai dengan rencananya yang ingin berguru tentang cara mengurus kucing pada Minho, Leia akhirnya memutuskan untuk janjian bertemu dengan Minho di kafe milik cowok itu. Si anak kucing berbulu abu-abu itu pun juga ikut, dia taruh di kandang kecil yang dia beli khusus untuk si kucing karena kucing itu juga baru saja dari salon hewan untuk merapikan bulunya yang sudah mulai gondrong tak beraturan. Tubuh anak kucing ini jadinya semakin kurus tanpa bulu tebalnya, padahal Leia sudah banyak berikan makanan.

"Le..."

Leia menoleh untuk melihat pemanggilnya dan mendapati Minho, yang tak sendiri. Cowok itu bersama Han dan juga Chris. Tapi Han langsung pergi ke kasir untuk memesan makanan setelah menaruh tasnya di meja.

"Hyunjin mana?" tanya Chris -basa-basi saja sebenarnya- lalu menduduki kursi di depan Leia yang diikuti Minho dengan menduduki kursi di samping Chris.

"Nggak ikut, dia masih ada kelas kayaknya." Leia menyedot es susu coklat pesanannya.

"Ini anak kucingnya, Le?" Minho mulai menggoda si kucing dari luar kandangnya. Dengan melihatnya bermain-main dengan kucing, Leia mulai berpikir ternyata kakak tingkatnya ini ada sisi lembutnya juga. "Kurus banget. Lo nggak kasih makan apa nih anak? Jangan sembarangan dulu loh, dia masih bayi gini."

"Gue kasih makan kok." Leia mengangguk. "Cuma pernah gue kasih tulang ayam sama ikan, tapi dia keselek gitu. Sampe nggak mau makan dua hari kemarin..."

"Iyalah, beli aja makanan di alfa sono. Lagian udah nggak jaman kali anak kucing dikasih tulang-tulangan."

"Ih, kan gue nggak tau!"

"Yaudah, nanti deh gue pesenin makanan sekalian punyanya si Soni, Dori, Dongi. Nah lo kasih makanan itu dicampur sama kuning telur terus minyak salmon. Di jamin sih, ni anak bakalan gembul."

"Yeay!" Leia berseru senang.

"Bayar, yeee. Nggak ada yang gratis."

"Bacot banget, sih! Iye, iyeee."

"Udah lo kasih nama belum dia?"

"Gue sama Hyunjin belum mutusin sih... Nanti deh gue tanya juga sama Hyunjin, kan dia juga bapaknya."

"Bapak apanya? Yang ada lu berdua bakalan jadi babunya dia." Minho berucap didasari atas pengalaman pribadinya yang sudah seperti pelayan bagi ketiga kucingnya a.k.a para majikannya.

"Btw Le, lo sibuk nggak dua minggu kedepan?" kali ini Chris bertanya padanya.

Leia memutar bola matanya. Mengingat jadwalnya dua minggu kedepan, lalu menggeleng. "Kayaknya santai. Kenapa, Bang?"

"Cih, giliran si Chris, lo panggil Abang?!"

Leia membuat raut wajahnya meledek Minho. "Nggak peduli, wlee."

"Wuih, ketinggalan cerita apa nie diriku?" Han kembali dengan sepiring makanan dan segelas minuman. Cowok itu langsung berseru heboh seperti biasanya. Cengiran lebar membuat wajahnya yang bulat itu terlihat lucu, tapi Leia mendecih malas, mengingat kejadian beberapa waktu lalu dimana Han melihat laptop Hyunjin.

"Cielah, jutek banget si eneng," ujar Han setelah menaruh makanan dan minumannya di meja, lalu mencolek dagu Leia yang membuat cewek itu langsung menabok punggung Han kuat-kuat.

"Tangan lo ya! Nanti dagu gue bruntusan!" ucap Leia serupa dengan nada super duper bete pada Han yang masih bisa tertawa.

"Utututu... Mau tambah pengen gua unyel-unyel apa gimana tuh?" Han memang begitu, nggak ada takutnya. Semakin cemberut lawannya, maka dia akan semakin jahil berulah. Apalagi jika itu Leia, sebuah kesenangan jika berhasil membuat cewek yang kadang bertingkah menyebalkan itu marah-marah. Wajahnya lucu, Han sudah sering menggoda Leia bahkan sejak diperkenalkan Hyunjin di semester satu.

"Gua jambak lu, tupai!"

"Ah,"

"Eh.., stop dulu, Han. Inget kita ini dalam sebuah misi." Chris melerai. Han yang tadinya ingin kembali menjahili Leia, jadi berhenti. Benar juga, Leia jangan sampai ngambek dulu. "Jadi gini, Le."

Leia memusatkan atensinya pada Chris yang terlihat ragu untuk berbicara. Rasa kesalnya, berganti rasa penasaran. "Kenapa sih?"

Leia mengernyit ketika Chris malah saling tukar pandang dengan Minho dan Han.

"Lo aja, Chris. Tau sendirikan Leia galak kayak macan." sindir Minho dengan gaya bisik-bisik tapi suaranya masih bisa didengar oleh Leia.

"Gue masih bisa denger yaa, Minhoooo."

"Oke tunggu dulu." Chris menghirup napas dalam dan membuangnya perlahan, seakan-akan bicara pada Leia memang sangatlah menyulitkan. Dahi Leia mengernyit dalam, ini ketiga manusia di hadapannya kok suka sekali meledeknya sih?

"Gue mau minta tolong, lo bisa nggak daftar sebagai panitia di acara Pekan Seminar yang bakal diadakan kampus dua minggu lagi?"

"Ah, males ah." tolak Leia mentah-mentah bahkan tanpa memikirkannya sama sekali.

Chris, Minho dan Han sontak bersandar lemah pada kursi karena sudah bisa menebak penolakan itu yang akan dikeluarkan Leia.

"Sori, gaes. Tapi tau kan gue nggak pernah tertarik sama yang begituan. Mendingan tidur, ngemall, jalan-jalan sama Hyunjin atau ngurusin endorse. Sorry banget yaa gaes." ucap Leia lalu fokus menghabiskan es susu coklat pesanannya.

"Tapi nanti tuh dapet sertifikat gitu, Le." Chris mencoba merayu walau tampang Leia sama sekali tidak terlihat tertarik.

Han menatap Chris datar. Seakan berbicara, mana bisa si Leia dibujuk pake gituan. "Nanti dibayar 250 ribu per harinya, Le," ucap Han cepat. "Gue tambahin dua juta kalo lo nggak buat ulah."

Seperti ada bunyi 'kcing' dari mesin kasir abstrak yang hanya didengar oleh Leia. Gadis itu menegakkan tubuhnya perlahan dan sorot matanya berubah, terlihat lebih berkilau karena rasa tertarik. "Oke... Jadi tugas gue ngapain?"

Minho langsung melirik Han, sedangkan Han melirik Chris dan ketiga cowok itu seperti menyatukan pemikiran mereka.

Dasar si matre.

"Gampang. Kalo lo mau, semua bakalan kita permudah..." Chris tersenyum seolah-olah berkata, serahkan saja semua sama gue. Mau nggak mau, Leia mengangguk kecil.

"Oke, kalo gitu. dan lo tupai, jangan lupa tambahan dua jutanya. Inget loh, gue ada ngurus satu anak sekarang..."

"Iya, sayang. Kamu rawat dengan baik ya, anak kita ini."

Leia menarik cepat kandang kucing barunya yang mau diakui anak oleh Han. "Najis, ini anak gue sama Hyunjin!"

Brak!

Leia, Minho, Han dan Chris kompak kaget dengan gebrakan kuat yang dilakukan oleh Nancy yang datang dengan wajah murka. Leia mengabaikan Nancy, lalu memperhatikan si anak kucingnya yang juga terlihat kaget.

Nancy yang sudah kepalang kesal mendorong bahu Leia agar menatapnya. "Lo kan yang ngehasut orang dari Glass Beauty buat mutusin kontrak endorse-nya sama gue?"

Leia memutar matanya jengah. Lalu menampik tangan Nancy yang memegang bahunya dan berdiri menghadap Nancy. "Apaan sih lo? Nggak jelas!"

"Don't play like an innocent, bitch!"

"Woah, itu kasar, Nancy." Chris menengahi. "Bisa kan dibicarain baik-baik?"

"Nggak usah ikut campur!" Nancy membentak Chris. Mungkin sangking kalutnya, Nancy sampai lupa kalau Chris ini adalah mantan ketua BEM dan juga senior yang paling dihormati di Himpunannya. "Dia tuh emang cewek brengsek! Lo udah ngambil kerjaan orang. Padahal iklan itu awal dari mimpi gue!" Nancy hampir menjerit putus asa.

"Udah, Chris." Minho menarik Chris mundur.

Lalu Han berbisik. "Jangan ikut campur sama pertikaian perempuan, Chris."

"Segitunya banget?" Leia menyeringai. "Gue nggak ngambil dari lo ya. Bahkan owner-nya sendiri yang udah dari lama ngehubungin gue, minta gue jadi BA-nya mereka."

"Dan lo udah nolak mereka! Tapi setelah gue nerima endorse mereka, kenapa lo balik lagi? Dan bilang nggak mau kerja sama mereka kalo masih kerja sama gue, sampe gue ditendang sama mereka!"

Leia mengulum bibirnya. Menahan tawa jahat yang ingin keluar. Mungkin beberapa bulan yang lalu, Leia memang mendapatkan endorse dari produk kecantikan yang lumayan terkenal. Awalnya memang Leia menolak karena sedang sibuk-sibuknya, tapi dia kembali menerimanya ketika melihat Nancy mulai bergabung. Leia selanjutnya bercerita pada si owner kalau Nancy adalah teman yang mencoba merebut kekasihnya. Semua ceritanya mulus, berdasarkan apa yang Leia rasakan selama ini. Meski Leia juga tidak mengelak kalau dirinya juga sedikit memberikan bumbu penyedap pada ceritanya sehingga membuat si owner langsung membuat keputusan untuk memutuskan kerja samanya dengan Nancy. Lalu dia sendiri langsung siap menerima tawaran kerja menjadi Brand Ambassador dari produk tersebut sebagai gantinya Nancy seperti penawaran si owner sebelumnya. Jahat memang. Dan ini lah yang Leia lakukan jika ada seseorang yang mencoba untuk mengganggunya.

"Lo nggak jelas," tunjuk Leia pada Nancy. "Bisa lo kasih bukti kalo omongan lo tadi itu bener? Kalo bisa, lo baru boleh ngelabrak gue kayak gini!"

"Nggak usah make playing victim disini! Gue bahkan nggak percaya sama omongan lo."

"Yaudah terserah lo aja." Leia membereskan barang-barangnya. Dia ingin pergi dan tidak peduli pada Nancy yang menghela napas kesal.

"Emang susah ya, ngelawan anak yatim piatu liar macam lo begini? Pasti itu karena nggak lo nggak pernah ngerasain dididik sama orang tua, makanya sampe tega ngerebut kerjaan milik orang lain. Hyunjin kok nggak malu ya, pacaran sama cewek kayak lo gini?"

Leia menatap Nancy tajam. Amarahnya ingin meledak karena Nancy membawa status yatim piatunya dan juga Hyunjin.

"Lo terlalu berharap jadi Cinderella, padahal lo itu cuma upik abu. Lo pantesnya jadi babu Hyunjin doang Leia!"

Leia menipiskan bibirnya. Lalu menyerang dengan kata-kata tak kalah tajam. "Oh, jadi begini sikap seorang anak yang dididik sama orang tuanya? Kasihan. Kalo orang tua gue masih ada, mungkin mereka bakalan ngajarin gue supaya meng-upgrade diri sendiri sebelum ngelabrak orang lain dan menuduh orang lain ngerebut mimpinya." Leia mendekat dan bicara di dekat telinga Nancy. "Padahal lo yang selalu bertingkah murahan dan berusaha ngerebut Hyunjin dari gue."

Leia tersenyum puas melihat bagaimana merahnya wajah Nancy sekarang. Lalu Leia berbalik ingin mengambil tasnya dan juga membawa si anak kucing untuk pulang. Namun tarikan kuat pada rambutnya membuatnya berteriak kencang sampai memenuhi seisi kafe.

"ARRRGHHH!!"

"DASAR LEIA ANJING!!!"

"SAKIT, NANCY!!"

Beruntung Minho, Chris dan Han masih ada disana dan segera melerai aksi anarkis dari Nancy. Setelah itu, Leia menangisi helai rambutnya yang rontok karena ulah Nancy.

"Perawatan mahal rambut gue sia-sia deh!"




*



Leia melirik Hyunjin yang sedang mengerjakan tugasnya di meja belajarnya. Dengan memakai kacamata baca dan fokus pada laptopnya, wajah serius Hyunjin amat sangat tampan.

Sore tadi Leia memang dijemput oleh Hyunjin setelah Minho mengadukan kejadian ributnya dia dengan Nancy. Hyunjin datang dengan wajah panik yang kentara karena Minho juga mengatakan padanya kalau Leia tidak berhenti menangisi rambut rontoknya itu. Sampai Minho menoyor kepala Leia dan meledeknya karena sudah kesal mendengar tangisan cewek itu.

"Lagaknya doang jagoan, dijambak dikit nangisnya kayak mau banjirin kafe gue!"

Fixed banget! Leia juga ke musuhan sama Minho.

Namun... yang jadi pikiran Leia saat ini adalah Hyunjin yang sedari tadi diam. Kekasihnya itu hanya memeluknya agar dia berhenti menangis lalu tanpa mengatakan apapun malah mengajaknya ke apartemennya ini. Padahal banyak hal yang Leia ingin bicarakan, termasuk salah satunya meminta izin pada Hyunjin kalau dia mau menerima tawaran menjadi panitia itu dan akan pergi selama kurang dari seminggu untuk ke Bandung

Leia sudah siap dengan segala rayuannya, tapi Hyunjin malah masih sibuk.

Serangan pertama, Leia membawa segelas coklat hangat dan beberapa biskuit kesukaan Hyunjin, lalu meletakkannya di meja belajar sang pacar.

"Makasih, yang." ucap Hyunjin seadanya.

Leia mencebik, merasa dianggurin. "Hmmmm." Leia beralih untuk bermain sama si anak kucing saja.

"Oh iya, Hwang!" panggil Leia semangat. "Kucing ini kita namain siapa ya? Kamu ada ide?"

"Coba kamu googling dulu, yang."

Leia mencebik part dua.

Lalu dia mencari referensi nama anak kucing yang menggemaskan ini sesuai dengan saran Hyunjin. "Lio? Hmm... Gimana kalo Lio, yang?"

"Lio? Bagus juga."

Lalu Leia memilih untuk tidak mengganggu Hyunjin lagi. Dia duduk di lantai beralaskan karpet dan hanya bermain bersama si anak kucing yang kini bernama Lio ini. Leia hanya tertawa-tawa senang bersama Lio. Ternyata bermain dengan piaraan, begini toh rasanya. Leia seperti mendapat teman baru.

"Lioooo..." panggil Leia dengan nada menggemaskan pada si anak kucing yang kini menjilati manja tangannya.

Hyunjin yang sedang menatap laptop menoleh pada Leia dan mengulum senyumnya ketika si cantik sudah terlihat tertawa. Lalu mengerjakan lagi tugas kampus yang sungguh menyiksanya ini. Rasanya sudah cukup lama dia mengerjakannya, sampai sedikit melupakan keberadaan Leia. Hyunjin sedang berusaha cepat-cepat mengerjakan tugasnya ini untuk bisa ikut bermain bersama Leia dan si Lio.

Lucu sekali, Leia dan Lio. Sepertinya mereka memang cocok.

"Lio, yang itu papamu." tunjuk Leia pada Hyunjin. "Tapi papamu itu jahat. Dari tadi noleh ke aku aja nggak mau... Huhuhu." adu Leia pada Lio si kucing.

"Ngeong???" Lio hanya mengeong dengan mata bulatnya berpendar heran.

"Iyaa. Jahat... Huhuhu. Putusin aja gimana?!" Leia berakting menangis lebay sambil mengelus-elus badan si anak kucing, bahkan sesekali memeluknya. "Trus kita cari papa baru buat Lio?"

"Ya ampun, yang lagi cari perhatian... Segitunya." Hyunjin akhirnya menyerah pada tugasnya dan menghampiri Leia. Lalu berjongkok untuk menyamakan tingginya di belakang tubuh Leia, lalu mengecup pucuk kepala gadis itu.

"Hehehe."

Hyunjin menarik Leia untuk duduk di sofa, bersama Lio yang di gendongan Leia. Gadis itu tak berhenti menatap Hyunjin dengan tatapannya yang tak tertebak.

"Ada apa sih, yang?" akhirnya Hyunjin bertanya lembut sambil tangannya mengelus halus rambut panjang Leia. "Untungnya rambut kamu yang rontok nggak bikin kamu botak ya?"

Leia menggaplok paha Hyunjin karena sudah meledeknya. "Nggak usah diingetin lagi. Bodo amat, aku benci Nancy!"

"Lagian kenapa sih? Kok bisa ribut gitu?" tanya Hyunjin kali ini dengan nada tegas agar Leia tidak mengelak. "Ck. Kamu bahkan sebenernya nggak pernah bisa menang dari siapapun kalo berantem trus adu fisik. Kamu terlalu cemen."

Iya, betul. Leia memang cemen kalau sudah main jambak-jambakan. Makanya lebih baik ribut sampai adu mulut, ketimbang adu fisik.

"Urusan endorse doang, udah ah, males ngomongin Nancy!" Leia memilih mengelak. Kalau mau dijelaskan, sebenarnya Leia juga tidak bisa membeberkan semuanya secara gamblang pada Hyunjin. Karena posisinya memang ada salahnya, meski tak sepenuhnya juga. Tapi daripada dimarahi oleh Hyunjin, Leia memilih tidak mau menjelaskannya saja.

"Hmm, aku masih bisa tanya Bang Minho, Han atau Bang Chris sih, kalo kamu nggak mau cerita..."

Leia mengerjapkan matanya berulang. "Ah!" Leia menjentikkan jarinya. "Aku diminta jadi panitia Pekan Seminar sama bang Chris!" akhirnya dia membawa topik lain sebagai pengalihan.

"Bang Chris udah bilang sama kamu?"

Leia mengangguk imut. "Emang dia udah bilang sama kamu?"

"Udah, tapi aku nggak kasih izin."

"Loh kenapa?! Bang Chris minta ini udah secara pribadi loh, aku nggak enak nolaknya." ucap Leia.

"Halah, seorang Leia nggak enakan? Bohong banget."

Leia mencubit kencang perut Hyunjin sampai cowok itu blingsatan sendiri. "Dari tadi kamu nge-roasting aku mulu sih!"

"Ampun sih, yang." keluh Hyunjin lalu tertawa setelahnya.

"Izinin aku pergi!" pinta Leia.

"Coba rayu aku dulu..."

Leia mengerjapkan matanya, memikirkan cara. "Yakin minta dirayu sama aku?" Leia merubah raut wajahnya menjadi raut wajah mesum yang membuat tawa Hyunjin tidak bisa terkontrol lagi. Lalu dia mengangguk.

Tubuh Leia bergerak untuk menduduki paha Hyunjin setelah melepaskan si Lio dari gendongannya. "Hyunjiiiin, izinin aku pergi ke Bandung dongggg..." pinta Leia dengan wajah dan suara yang dibuat semanis mungkin.

"Segitu doang?" tantang Hyunjin menunjukkan senyum menggodanya.

"Kamu minta aku rayu pake gaya dewasa, ya?" tanya Leia cemberut.

Sekali lagi Hyunjin tergelak puas. "Ya habis muka kamu tadi mesum banget, yang."

"Sialan!" umpat Leia sambil jarinya menjepit bibir tebal itu sampai sang pemilik kesakitan.

Berakhirlah Leia didalam pelukan Hyunjin yang hangat. Tangan Hyunjin tak berhenti mengelus rambut halus Leia. Sepertinya dia akan membawa Leia ke salon besok.

"Kasih aku satu alesan kenapa kamu mau ikut? Bandung itu jauh, sayang. Apalagi aku nggak bisa ikut karena Yeji tumbenan minta anterin buat ketemu sama yang dijodohinnya itu. Trus emangnya kamu bisa bertanggung jawab jadi panitia? Dari SMP kamu nggak pernah ikut organisasi apapun, ikut ekskul aja kamu nitip nama..."

"Habis kata Han bayarannya 250 ribu perhari, yang. Trus dia mau kasih dua juta lagi kalo aku nggak bikin masalah. Kan lumayan, cuma lima hari dapet uang tiga juta dua ratus lima puluh ribu."

"Jadi cuma gara-gara uang?"

Wah... Sepertinya Leia salah memberikan alasan, karena Hyunjin jadi menatapnya tajam.

"Le, selama ini uang yang aku kasih kurang ya?" Hyunjin bertanya dengan wajah seriusnya. Membuat Leia mengkerut ketakutan. "Biaya kuliah, belanja kebutuhan bulanan sampai make-up atau skincare kamu itu masih dari aku kan? Yang, bahkan kamu bisa gunain kartu debit yang aku kasih sepuas kamu. Seriusan deh, ngapain sih ikut gituan cuma karena uang?"

Leia sudah bertampang seperti anak kecil yang dimarahi ibunya sekarang. Dia bahkan memelintir ujung bajunya kebingungan mencari alasan. Kalau Leia bilang dia butuh uang, sudah dipastikan Hyunjin akan melemparkan pertanyaan lebih banyak. Seperti yang diucapkan Hyunjin tadi. Sejak masuk kuliah, hampir semua kebutuhannya terpenuhi oleh Hyunjin. Kadang juga Hyunjin memberikannya uang jajan, bahkan kartu debit cowok itu dia pegang.

Sebagai selebgram, tentunya Leia juga punya penghasilan sendiri. Tapi salahkan dirinya yang selalu kalap jika sudah berbelanja baju, make-up dan juga skincare. Jadi dia tetap sering meminjam uangnya Hyunjin. Leia itu selebgram kere.

"Yang..." desak Hyunjin.

"Jin... Please..." ucap Leia dengan mata berkaca-kaca. Jika sudah begini, Hyunjin hanya bisa menghela napas pasrah, karena dipaksa bagaimanapun, Leia akan tetap bersikeras untuk ikut.

"Haah. Aku lebih suka kamu nerima endorse aja kayak biasanya deh."

Leia menahan senyumannya, "Jadi, aku boleh pergi nih?"

"Heemmm."

"Hwaangg..."

"Hmmmmmmmm!"

"Hwang Hyunjin sayangnya Leiaaa." panggil Leia lalu mengecup pipi Hyunjin mesra.

"Pokoknya selama disana, ponsel kamu harus selalu nyala. Harus hubungin aku 24 jam kalo bisa. Jangan deket-deket sama cowok lain. Jangan nakal-nakal. Jangan buat ulah!"

Leia mengangguk senang dan memberi tanda hormat, "Ahsiyaaappp bos." jawab Leia lengkap dengan binar senangnya.

"Ah, kalo kayak gini, nyesel aku setuju nemenin Yeji."

"Yaudah sih, kamu fokus bantuin Yeji dulu, yang. Lagian aku pengen tau nih, gimana rasanya jadi kamu yang kalo pergi naik gunung tanpa kabar. Hehe"

"Heh! Mana bisa begitu ya?!"





*

Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Xyz